Rintik hujan kembali bergelayut manja dalam rona senja.
Aku menghitung butiran hujan yang manis membasahi telapak
tanganku.
Ya, aku tidak sedang hujan-hujanan.
Hujan dan hujan-hujanan selalu mengingatkan aku padamu.
Tentu saja lebih mengingatkanku padamu, karena tanpa hujan pun detik berlalu
manis dengan kenangan ‘kita’ yang terus menyesap waktu.
Ah sedang apa kamu disana, sayang?
Bolehkah aku memanggilmu ‘sayang’? Tentu, bukan hanya
sekedar panggilan. Aku memang menyayangimu. Sampai detik ini. Walaupun kau
tidak.
Manis bukan, aku tetap
menunggumu? Walaupun hanya dalam sunyi.
Aku harus menelan dalam-dalam asa
yang pernah ku tanam untuk menghabiskan waktu bersamamu. Aku harus melempar
jauh-jauh tentang janji yang kau torehkan di hati.
Karena ternyata kesetiaan itu tak
ada dalam dirimu. Karena nyatanya aku pun hanya pelampiasan sejenak
kejenuhanmu, bukan sayang yang kau lontarkan. Benarkan?
Ah naïf memang kala aku berkata
aku baik-baik saja, nyatanya perih perlahan membuat jiwaku mati, hatiku beku.
Rona nyatanya waktu menumpuk
rindu, sayang.
Jarak pun memegang kendalinya
akan rasa sayang dan keinginan bertemu yang semakin membuncah di dada.
Kadang kala gelap kembali
bercerita, tangisku berderai. Berharap kau datang dan memelukku. Mengatakan kau
akan selalu ada dan aku tak perlu berlari jauh dari perasaanku lagi.
Nyatanya walau tangis membuatku
terlelap dan terbangun dengan mata sendu, tetap saja kau tak ada untukku. Kau
miliknya.
Ah sudahlah, sebanyak apapun kata
yang terlukis untukmu, kau tak akan peduli.
Semoga kau selalu berada dalam
naungan Tuhan J
You gotta be happy.
July 12, 2012
Bandung kala hujan menyapa.
Sincerely, your C#-1